Distribusi Skabies pada Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan

Distribution of Scabies in Beef Cattle in Barru District, South Sulawesi

Authors

  • Meisi Nuriski Institut Pertanian Bogor
  • Ardilasunu Wicaksono Institut Pertanian Bogor
  • Chaerul Basri IPB University

DOI:

https://doi.org/10.46549/jipvet.v10i2.97

Keywords:

Scabies, beef cattle, distribution, incidence rate, risk

Abstract

Abstract 

Beef cattle farms in Barru district are susceptible to various diseases, including scabies. This study aims to analyze data about the distribution of disease temporally by measuring the spreading speed, and spatially by mapping risk areas for scabies over the past three years. The data of this study was collected using the records from Dinas Peternakan and conducting interviews using structured questionnaires. This research was a descriptive study by measuring the incidence rate and describing the risk map using geographic information system (GIS). The results of this study indicate that, based on the incidence rate, the average distribution rate of scabies in beef cattle in Barru is 13 cases per 10.000 head/year. This incidence rate always increases every year. Furthermore, the highest incidence of the disease occurs in Mallusetasi with an incidence rate of 35 cases per 10 000 head/year. The three areas that are classified as high risk are Mallusetasi, Tanete Riaja, and Barru. Control measures that have been carried out were not successful to reduce the spread of the disease.

Keywords : Beef cattle; Distribution; Incidence rate; Risk; Scabies

 

Abstrak 

Peternakan sapi potong di Kabupaten Barru rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk skabies. Penelitian ini bertujuan menganalisis data distribusi kejadian penyakit secara temporal dengan mengukur kecepatan penyebaran, dan secara spasial dengan memetakan wilayah berisiko skabies selama tiga tahun terakhir. Data dalam penelitian ini menggunakan rekapan dari Dinas Peternakan dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner terstruktur. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan mengukur incidence rate dan menggambarkan peta risiko menggunakan geographic information system (GIS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan incidence rate, kecepatan rata-rata penyebaran skabies pada sapi potong di Kabupaten Barru sebesar 13 kasus per 10000 ekor—tahun. Nilai incidence rate tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Kejadian penyakit paling tinggi terjadi di kecamatan Mallusetasi dengan incidence rate sebesar 35 kasus per 10000 ekor—tahun. Terdapat 2 wilayah yang tergolong ke dalam risiko tinggi, yaitu Kecamatan Mallusetasi dan Kecamatan Tanete Riaja. Tindakan pengendalian yang telah dilakukan belum berhasil dalam mengurangi kecepatan penyebaran penyakit.

 Kata kunci: Sapi potong; Incidence rate; Penyebaran; Risiko; Skabies

Downloads

Download data is not yet available.

Author Biographies

Meisi Nuriski, Institut Pertanian Bogor

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

Ardilasunu Wicaksono, Institut Pertanian Bogor

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

References

Burkhart C. G., Burkhart C. M., Burkhart K.M. 2000. An epidemiologic and therapeutic reassessment of scabies. Cutis. 65(4):233-240.
Cameron A. 1999. Survey Toolbox for Livestock Diseases-A Practical Manual and Software Package for Active Surveillance in Developing Countries. Australia: ACIAR.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi. Jakarta (ID): Ditjennak.
Food Agricultural Organization. 2010. The State of Food and Agriculture. Rome (IT): Food Agricultural Organization.
Kementerian Pertanian. 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Cetakan kedua. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peterakan dan Kesehatan Hewan.
Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Putra A. A. G. 1994. Kajian epidemiologi dan kerugian ekonomi scabies. Laporan Koordinasi Kesehatan Hewan Wilayah Nusa Tenggara tanggal 16-18 Nopember 1994. Denpasar (ID): Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI.
Robert S, and Fawcett MD. 2003. Ivermectin use in scabies. Journal of American Family Physician. 68(6):1089-1092.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional ter-integrasi. 2015. Apa itu iSIKHNAS? [Internet]. [diunduh 2019 Mar 22]. Tersedia pada: http://wiki.isikhnas.com.
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional ter-integrasi. 2015. Program Pengendalian dan Pembarantasan Penyakit [Internet]. [diunduh 2019 Mar 10]. Tersedia pada: http://wiki.isikhnas.com/Advanced _Field Epi: Manual_Disease_Control_and_Eradication_Programs/id
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Suhardono J. Manurung A.P., Batubara, Wasito dan Harahap. 2005. Pengendalian penyakit kudis pada kambing di Kabupaten Deli Serdang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. [2005 Sept 12]. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan.
Tarigan S. 2007. Vaksin Skabies Dibutuhkan Namun Sulit Diwujudkan. Bogor (ID): Balai Besar Veteriner.
Walton S. F., Myerscough and Currie B.J., 2004. Studies in vitro on the relative efficacy of current acaricides for Sarcoptes scabiei var hominis. Tranactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. 94(1): 92-96.
Wardhana A.H., Manurung J. Dan Iskandar T. 2006. Skabies: Tantangan penyakit zoonosis masa kini dan masa datang. Wartazoa. 16(1):40-52.
Wendel J. dan Rompalo A. 2002. Scabies and pediculosis pubis: an update of treatment regimens and general review. Clinical Infectious Diseases. 35(2):146-151.
World Health Organization. 2014. Scabies: Neglected Top Dis 2013 [Internet]. [diunduh 2019 Mar 3]. Tersedia pada: http://www.who.int/ neglected_ diseases/ diseases/scabies/en/.
Yusdja Y. dan Winarso B. 2009. Kebijakan pembangunan sosial ekonomi menuju sistem peternakan yang diharapkan. Analisis Kebijakan Pertanian. 7(3): 269-282.

Downloads

Published

2020-09-29